Apa Saja 5 Motif Ekonomi – Dalam kehidupan sehari-hari, setiap tindakan yang kita lakukan, mulai dari membeli kopi pagi, memilih pekerjaan, hingga berinvestasi, tidak muncul begitu saja. Semua itu didorong oleh suatu alasan mendasar dalam ilmu ekonomi. Pertanyaan mendasar seperti “Apa saja 5 motif ekonomi?” seringkali muncul untuk memahami mengapa manusia dan pelaku bisnis bertindak seperti yang mereka lakukan. Memahami motif-motif ini bukan hanya penting bagi akademisi atau pengusaha, tetapi bagi kita semua sebagai konsumen, pekerja, dan anggota masyarakat.
Motif ekonomi adalah alasan, dorongan, atau keinginan yang mendasari seseorang atau organisasi untuk melakukan suatu tindakan ekonomi. Tindakan ekonomi sendiri mencakup semua aktivitas produksi, konsumsi, dan distribusi barang dan jasa. Dengan memahami jenis-jenis motif ekonomi, kita dapat memprediksi perilaku pasar, membuat keputusan finansial yang lebih cerdas, dan bahkan merancang strategi bisnis yang lebih efektif.
Pada dasarnya, motif kegiatan ekonomi manusia sangat kompleks, namun para ahli umumnya mengelompokkannya menjadi lima dorongan utama. Kelima motif ini saling berkaitan dan seringkali bekerja secara bersamaan dalam mendorong sebuah keputusan. Mari kita bahas satu per satu.
1. Motif Memenuhi Kebutuhan Hidup (Kebutuhan Primer, Sekunder, Tersier)
Motif pertama dan paling mendasar adalah motif untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini adalah dorongan intrinsik manusia untuk bertahan hidup dan meningkatkan kualitas hidupnya. Motif ini langsung berkaitan dengan teori hierarki kebutuhan Maslow, di mana kebutuhan fisiologis dan keamanan menjadi fondasi. Kebutuhan ini terbagi menjadi tiga tingkat: kebutuhan primer atau dasar, yaitu kebutuhan yang paling esensial untuk kelangsungan hidup, seperti makanan, air, pakaian, dan tempat tinggal (pangan, sandang, papan).
Selanjutnya, kebutuhan sekunder adalah kebutuhan pelengkap yang membuat hidup lebih nyaman dan efisien, contohnya pendidikan, alat transportasi, telepon genggam, dan akses internet. Terakhir, kebutuhan tersier merupakan kebutuhan akan kemewahan dan pengakuan sosial, misalnya liburan ke luar negeri, mobil mewah, atau barang-barang branded. Dalam kehidupan,
Sebagai contohnya, pada seorang individu yang bekerja dari pagi hingga petang untuk mendapatkan gaji guna membeli kebutuhan pokok, membayar uang sekolah anak, dan mencicil rumah. Di sisi lain, sebuah perusahaan pangan dapat memproduksi mi instan dengan harga terjangkau untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat luas. Dorongan ini bersifat intrinsik dan hampir universal. Tanpa terpenuhinya kebutuhan dasar, mustahil seseorang dapat memikirkan motif-motif lainnya.
2. Motif Mendapatkan Keuntungan (Profit Motive)
Motif mencari keuntungan atau profit motive adalah penggerak utama dalam dunia usaha dan bisnis. Dimana motif ini mendorong individu atau perusahaan untuk mengelola sumber daya dengan efisien, berinovasi, dan mengambil risiko untuk memperoleh laba atau keuntungan finansial. Keuntungan ini nantinya menjadi indikator kesuksesan dan sumber dana untuk ekspansi serta kelangsungan usaha.
Dalam sistem ekonomi kapitalis, motif ini dianggap sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Keinginan untuk memaksimalkan profit mendorong efisiensi produksi, penemuan produk baru, dan persaingan sehat yang pada akhirnya menguntungkan konsumen dengan pilihan yang lebih baik dan harga yang kompetitif.
Contoh dalam kehidupan dapat ditemui pada seorang pengusaha atau pedagang online yang berusaha mencari supplier dengan harga terbaik, mengemas produk dengan menarik, dan memberikan promo untuk meningkatkan penjualan dan memaksimalkan keuntungan. Sementara itu, sebuah korporasi atau perusahaan teknologi mungkin mengembangkan fitur baru pada aplikasinya untuk menarik lebih banyak pengguna berlangganan premium, sehingga meningkatkan pendapatan.
3. Motif Mendapatkan Penghargaan (Recognition Motive)
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan pengakuan. Motif memperoleh penghargaan adalah dorongan untuk diakui, dihargai, dan mendapatkan status sosial tertentu melalui aktivitas ekonomi. Penghargaan ini tidak selalu berbentuk materi seperti piagam, piala, atau bonus, tetapi bisa juga berupa pujian, reputasi, atau kepercayaan yang meningkat.
Motif ini erat kaitannya dengan kebutuhan akan aktualisasi diri dan harga diri dalam hierarki Maslow. Dalam konteks bisnis, brand reputation dan corporate image sangat dipengaruhi oleh pencarian penghargaan ini. Sebuah perusahaan tidak hanya ingin untung, tetapi juga ingin dikenal sebagai yang terbaik, paling inovatif, atau paling bertanggung jawab sosial.
Contohnya dapat dilihat pada seorang karyawan yang bekerja dengan sangat teliti dan inisiatif tinggi, tidak hanya untuk mendapatkan kenaikan gaji, tetapi juga untuk meraih predikat “Karyawan Terbaik Bulan Ini” dan penghargaan dari atasan. Di tingkat organisasi, sebuah perusahaan mungkin berusaha mendapatkan sertifikasi “Green Company” atau masuk dalam daftar “Best Place to Work” yang bertujuan meningkatkan citra dan nilai perusahaannya di mata publik dan investor.
4. Motif Sosial (Social Motive) atau Berbuat Baik
Di luar kepentingan pribadi, manusia juga didorong oleh motif sosial. Motif ini berakar pada keinginan untuk menolong sesama, berkontribusi pada masyarakat, dan menciptakan kesejahteraan bersama. Dalam ekonomi modern, konsep ini berkembang menjadi CSR (Corporate Social Responsibility), social enterprise, dan ekonomi berbagi atau sharing economy.
Tindakan ekonomi yang dilandasi motif sosial mungkin tidak secara langsung mendatangkan keuntungan finansial maksimal, tetapi membangun modal sosial, loyalitas konsumen, dan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang. Motif ini menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi tidak terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan. Contoh dalam kehidupan dapat ditemui pada seorang individu yang menyisihkan sebagian penghasilannya untuk donasi rutin ke panti asuhan atau secara sengaja membeli produk dari UMKM lokal untuk mendukung perekonomian sekitar. Di tingkat korporasi, contohnya adalah sebuah bank yang membuka program pembiayaan mikro dengan bunga rendah untuk pengusaha mikro di daerah terpencil, atau sebuah perusahaan yang menggalang dana untuk korban bencana alam.
5. Motif Mempertahankan Kelangsungan Usaha (Survival Motive)
Motif kelima ini sering kali menjadi yang paling krusial, terutama dalam situasi krisis atau persaingan ketat, motif mempertahankan kelangsungan usaha adalah dorongan untuk memastikan bahwa sebuah aktivitas, pekerjaan, atau bisnis dapat terus bertahan (sustainable) dan beroperasi dalam jangka panjang.
Diaman motif ini mendorong perilaku yang berhati-hati, adaptif, dan strategis. Fokusnya bergeser dari sekadar mencari untung besar menjadi memastikan arus kas positif, mempertahankan pangsa pasar, dan menjaga loyalitas pelanggan. Dalam konteks individu, ini bisa berarti menjaga agar tidak kehilangan pekerjaan.
Contohnya dapat dilihat pada seorang freelancer yang, di tengah banyaknya kompetisi, terus mengikuti pelatihan untuk meningkatkan skill-nya agar tetap relevan dan terus mendapatkan proyek. Di tingkat perusahaan, sebuah toko ritel konvensional yang menghadapi disruptasi e-commerce mungkin melakukan transformasi dengan membuka toko online, meningkatkan layanan pelanggan, dan membuat program loyalitas untuk mempertahankan eksistensinya.
Bagaimana Kelima Motif Ini Bekerja Bersama?
Penting untuk dipahami bahwa kelima dorongan ekonomi ini jarang bekerja secara terpisah. Seorang pengusaha mungkin memulai bisnisnya untuk mencari keuntungan (motif 2), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (motif 1). Seiring bisnisnya berkembang, dia ingin dihargai sebagai pengusaha sukses (motif 3), lalu mulai membuka lapangan kerja sebagai bentuk tanggung jawab sosial (motif 4), dan semua upaya itu pada akhirnya bertujuan agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang (motif 5).
Memahami “Apa saja 5 motif ekonomi” ibarat memiliki peta untuk menjelajahi lautan keputusan manusia. Dari kebutuhan paling sederhana hingga cita-cita membangun warisan, semua tindakan ekonomi kita ternyata ditenun oleh benang-benang motif yang sama: bertahan, berkembang, dan berarti.
Artikel ini bisa menjadi panduan untuk mengenali diri sendiri dan strategi orang lain. Jika informasi ini bermanfaat, jangan ragu untuk membagikannya di media sosialmu agar lebih banyak orang yang memahami dasar-dasar perilaku ekonomi.
Baca juga:
- Pengertian dan 5 Tujuan Search Engine Marketing (SEM)
- Apa Perbedaan Entrepreneur dan Entrepreneurship?
- 3 Tugas Quality Control dalam Dunia Produksi
- 4 Jenis Inovasi Terkait dengan Pengembangan Produk
- Direct Marketing: Pengertian, Jenis, Contoh, dan Manfaat
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan (FAQ) tentang Motif Ekonomi
1. Apa perbedaan utama antara motif intrinsik dan ekstrinsik dalam ekonomi?
Motif intrinsik berasal dari dalam diri individu (seperti rasa lapar yang mendorong membeli makanan), sedangkan motif ekstrinsik berasal dari pengaruh luar (seperti tren atau tekanan sosial yang mendorong pembelian suatu barang tertentu).
2. Apakah motif ekonomi hanya berlaku untuk individu?
Tidak. Motif ekonomi berlaku untuk semua pelaku ekonomi, baik individu (konsumen, pekerja), rumah tangga, perusahaan (produsen), maupun pemerintah. Setiap entitas ini memiliki kombinasi motifnya sendiri dalam pengambilan keputusan.
3. Motif manakah yang paling kuat dalam menggerakkan perekonomian?
Dalam sistem pasar, motif mencari keuntungan sering dianggap sebagai penggerak paling kuat karena mendorong inovasi, efisiensi, dan persaingan. Namun, dalam kondisi tertentu seperti krisis, motif bertahan hidup bisa menjadi dominan. Kekuatan setiap motif juga sangat bergantung pada konteks budaya dan sistem ekonomi.
4. Bagaimana hubungan antara motif ekonomi dan prinsip ekonomi?
Motif ekonomi adalah “alasan” atau “mengapa” seseorang bertindak, sedangkan prinsip ekonomi adalah “bagaimana” cara mencapai tujuan tersebut dengan pengorbanan minimal dan hasil maksimal. Motif mendorong tindakan, prinsip menjadi panduannya.
5. Bisakah motif sosial sejalan dengan motif mencari keuntungan?
Sangat bisa. Konsep “shared value” atau “social entrepreneurship” membuktikan bahwa bisnis dapat menghasilkan profit sekaligus memberi dampak sosial positif. Contohnya, perusahaan yang menjual produk ramah lingkungan menarik konsumen yang peduli, sehingga meningkatkan penjualan (keuntungan) dan menjaga alam (sosial).




