Apa saja 4 sejarah lahirnya Pancasila? Pertanyaan ini sering muncul ketika kita ingin memahami akar ideologi bangsa Indonesia. Sejarah kelahiran Pancasila bukanlah peristiwa singkat dalam rapat semata, melainkan sebuah proses panjang yang berurat berakar dari nilai-nilai luhur Nusantara, ditempa oleh perjuangan, dan akhirnya dirumuskan dengan kebijaksanaan oleh para pendiri bangsa. Memahami keempat fase sejarah ini penting untuk menghargai betapa dalamnya makna Pancasila sebagai dasar negara, falsafah hidup, dan pandangan dunia bangsa Indonesia.
Pancasila: Bukan Lahir Tiba-Tiba, Tapi Digali dari Bumi Indonesia
Sebelum menjadi dasar negara Republik Indonesia yang kita kenal hari ini, nilai-nilai dalam Pancasila telah hidup dan berkembang berabad-abad dalam sanubari masyarakat Nusantara. Proses perumusan Pancasila pada 1945 adalah puncak dari kristalisasi nilai-nilai tersebut. Ir. Soekarno, dalam pidatonya pada 1 Juni yang kini kita peringati sebagai Hari Lahir Pancasila, menegaskan bahwa ini bukan “menciptakan” Pancasila, melainkan “menggali” nilai-nilai yang sudah ada dari dalam bumi Indonesia sendiri.
Lalu, apa saja 4 sejarah lahirnya Pancasila? Keempat fase itu adalah: Masa Sejarah Awal dan Kerajaan Nusantara, Masa Penjajahan, Masa Kebangkitan Nasional, dan Masa Perumusan dan Pengesahan Final. Mari kita telusuri setiap fase ini untuk melihat benang merah yang menghubungkan masa lalu dengan rumusan final Pancasila sebagai ideologi negara.
Apa Saja 4 Sejarah Lahirnya Pancasila?
Berikut ini 4 fase sejarah lahirnya pancasila.
1. Masa Sejarah Awal dan Kerajaan Nusantara (Akar Nilai-Nilai Luhur)
Fase pertama dalam sejarah pembentukan Pancasila ini membuktikan bahwa kelima sila memiliki akar sejarah yang dalam, jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada masa ini, nilai-nilai Pancasila sudah terpateri dalam kehidupan sosial, budaya, dan pemerintahan.
- Jejak nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terlihat dari artefak upacara keagamaan seperti nekara dan gong perunggu. Sementara, lukisan di dinding gua dan pola hidup komunal menunjukkan praktik nilai kemanusiaan dan semangat persatuan.
- Prasasti-prasasti dari kerajaan seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya mencerminkan tata kelola pemerintahan yang mengedepankan ketenteraman, keadilan, dan musyawarah (kerakyatan). Peninggalan monumental seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan bukan hanya mahakarya arsitektur, tetapi juga simbol toleransi dan perpaduan nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan gotong royong.
- Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular dari era Majapahit sangat krusial. Di dalamnya, termuat istilah “Pancasila” yang berarti lima larangan moral (berbagai versi, seperti tidak boleh melakukan kekerasan, mencuri, berdengki, berbohong, dan mabuk). Lebih dari itu, kitab ini juga melahirkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang kelak menjadi motto bangsa. Sumpah Palapa Gajah Mada juga mencerminkan cita-cita kuat akan persatuan dan kesatuan Indonesia.
Pada fase ini, bahan-bahan moral dan sosial untuk Pancasila sudah tersedia dan dipraktikkan. Nilai-nilai itu hidup secara organik, menjadi fondasi budaya yang kokoh.
2. Masa Penjajahan (Pemantik Kesadaran Bersama dan Perlawanan)
Fase kedua dalam latar belakang lahirnya Pancasila adalah masa yang kelam namun penting. Penjajahan oleh bangsa Eropa (Portugis, Belanda, Inggris) selama ratusan tahun justru menjadi katalisator yang mempersatukan perbedaan.
- Praktik penjajahan yang sewenang-wenang dan tidak manusiawi mengikis nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Penderitaan yang sama dirasakan oleh berbagai suku dan kerajaan di Nusantara menumbuhkan rasa senasib sepenanggungan.
- Perlawanan yang awalnya bersifat kedaerahan (seperti Diponegoro, Cut Nyak Dien, Pattimura) secara perlahan mulai melihat musuh yang sama: kolonialisme. Ini adalah cikal bakal dari kesadaran nasional atau nasionalisme Indonesia. Perlawanan ini pada hakikatnya adalah perjuangan untuk menegakkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab serta kedaulatan (kerakyatan).
Penjajahan mempertajam kontras antara nilai-nilai luhur Nusantara dengan ketidakadilan. Ia memaksa bangsa Indonesia untuk menemukan identitas bersama dan membangun mimpi kolektif tentang sebuah negara merdeka yang berdaulat dan berkeadilan.
3. Masa Kebangkitan Nasional (Konsolidasi Gagasan dan Persatuan)
Memasuki abad ke-20, fase ketiga sejarah kelahiran Pancasila dimulai dengan strategi perjuangan yang lebih terorganisir. Fase ini menjadi jembatan antara perlawanan fisik dan perumusan ideologis.
- Munculnya organisasi pergerakan seperti Budi Utomo (1908)—yang dianggap sebagai awal Kebangkitan Nasional—Sarikat Islam, Indische Partij, dan lain-lain menandai perjuangan melalui politik dan pemikiran.
- Puncak Persatuan: Sumpah Pemuda 1928 adalah momen paling menentukan sebelum kemerdekaan. Ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Indonesia” merupakan deklarasi resmi nilai Persatuan Indonesia. Sumpah Pemuda membuktikan bahwa ratusan suku telah bersepakat untuk menjadi satu bangsa.
- Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II membuka kesempatan. Dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 29 April 1945. Pembentukan badan inilah yang menjadi pintu gerbang menuju fase perumusan formal.
Pada fase ini, kesadaran sebagai satu bangsa sudah matang. Gagasan tentang Indonesia merdeka tidak lagi sekadar impian, tetapi sedang dipersiapkan secara kelembagaan. BPUPKI menjadi wadah resmi untuk mendiskusikan dasar negara Indonesia merdeka.
4. Masa Perumusan dan Pengesahan Final (Kristalisasi menjadi Dasar Negara)
Fase keempat inilah yang paling krusial dalam menjawab pertanyaan apa saja 4 sejarah lahirnya Pancasila. Semua nilai dari fase-fase sebelumnya dikristalkan menjadi rumusan formal melalui debat, musyawarah, dan mufakat yang alot.
- Sidang Pertama BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945): Terdapat tiga usulan dasar negara yang terkenal:
- Mr. Muhammad Yamin (29 Mei): Mengusulkan 5 asas secara lisan dan tertulis.
- Prof. Mr. Dr. Soepomo (31 Mei): Mengusulkan 5 prinsip negara integralistik.
- Ir. Soekarno (1 Juni 1945): Pidato “Lahirnya Pancasila”. Beliau mengusulkan 5 asas dan menamakannya “PANCASILA”. Urutan usulan Soekarno: Kebangsaan, Internasionalisme, Mufakat, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan.
- Pembentukan Panitia Sembilan (22 Juni 1945): Untuk merumuskan naskah kompromi, dibentuk panitia kecil beranggotakan 9 tokoh. Hasilnya adalah Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Rumusan Pancasila di dalamnya memiliki perbedaan pada sila pertama: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
- Sidang PPKI dan Pengesahan Final (18 Agustus 1945): Setelah Proklamasi 17 Agustus, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) mengadakan sidang. Atas usulan dan demi persatuan bangsa yang terdiri dari berbagai agama, sila pertama diubah. Dengan jiwa besar dan semangat kebangsaan, tokoh-tokoh Islam menyetujui perubahan menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perubahan ini merupakan contoh nyata pengamalan sila ke-4, yaitu mengutamakan musyawarah untuk mufakat. Pada hari itulah, Pancasila resmi disahkan sebagai dasar negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan rumusan dan urutan yang tetap hingga sekarang.
Fase ini menunjukkan kehebatan para pendiri bangsa dalam bermusyawarah. Mereka mampu mengompromikan berbagai pandangan untuk menghasilkan rumusan yang bisa diterima oleh seluruh bangsa, menjadikan Pancasila sebagai perekat persatuan dan kesatuan.
Bagikan artikel ini kepada teman, keluarga, dan rekan ! Mari bersama-sama menyebarkan pemahaman yang utuh tentang sejarah lahirnya Pancasila sebagai warisan terbaik para pendiri bangsa.
Baca juga:
- Demokrasi Pancasila: Pengertian, Prinsip, Ciri, dan Asas
- Pentingnya Memahami Arti Lambang Pancasila 1-5
- Pancasila Sebagai Sistem Etika Berbangsa dan Bernegara
Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)
1. Apa perbedaan rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta dengan yang sekarang?
Perbedaannya terletak pada sila pertama. Piagam Jakarta berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Setelah disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945, bunyinya diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” untuk menjaga persatuan seluruh rakyat Indonesia yang beragam agamanya.
2. Mengapa 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila?
Tanggal 1 Juni 1945 dipilih karena pada hari itulah istilah “Pancasila” pertama kali diperkenalkan secara resmi oleh Ir. Soekarno dalam pidato sidang BPUPKI, meskipun pengesahan finalnya terjadi pada 18 Agustus 1945.
3. Apa hubungan Sumpah Pemuda dengan sejarah lahirnya Pancasila?
Sumpah Pemuda 1928 merupakan fondasi kuat untuk nilai Persatuan Indonesia (sila ke-3). Peristiwa ini membuktikan bahwa berbagai suku bangsa di Nusantara telah sepakat menjadi satu bangsa, yang kemudian menjadi prasyarat utama untuk merumuskan dasar negara bersama.
4. Apakah nilai-nilai Pancasila benar-benar sudah ada sejak zaman kerajaan?
Ya. Banyak bukti sejarah, seperti prasasti, candi, dan kitab kuno (seperti Sutasoma), menunjukkan bahwa nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial telah hidup dan dipraktikkan dalam masyarakat dan kerajaan-kerajaan Nusantara.
Referensi
- Universitas Pancasila. Pancasila: Pengertian, sejarah, filosofi, dan maknanya sebagai dasar negara. https://pmb.univpancasila.ac.id/pancasila-pengertian-sejarah-filosofi-dan-maknanya-sebagai-dasar-negara/
- Uchrowi, Z., Chotim, E. R., Rasyid, R., & Rofi’uddin, M. H. (2017). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Untuk SMP/MTs Kelas VII (Edisi Revisi). Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.
- Pemerintah Kota Cimahi. Sejarah Pancasila. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Cimahi. https://cimahikota.go.id/artikel/detail/1217-sejarah-pancasila




