Candi Solok Sipin mungkin bukan nama yang seterkenal Candi Muaro Jambi seperti Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kedaton, dan candi-candi lainnya. Namun, situs purbakala yang satu ini menyimpan kisah dan misteri tak kalah penting dalam peta peradaban kuno Nusantara. Terletak di jantung permukiman padat Kota Jambi, candi ini ibarat mutiara yang tertimbun waktu, menyisakan puing-puing batu bata dan artefak mengagumkan yang bicara tentang era keemasan Hindu-Buddha di Sumatera.
Lokasi & Kondisi Terkini

Candi Solok Sipin terletak di Kelurahan Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi, hanya sekitar 400 meter dari tepi utara Sungai Batanghari. Sayangnya, keagungan masa lalu situs ini kini harus berhadap-hadapan dengan realita kekinian. Kawasan situs telah terhimpit dan dikelilingi oleh permukiman penduduk yang sangat padat. Bahkan, di beberapa gundukan tanah yang diduga menyimpan struktur candi, telah berdiri rumah warga. Kondisi ini membuat penelitian arkeologis secara menyeluruh menjadi sangat sulit.
Untuk melindungi sisa-sisa yang ada, pemerintah setempat telah memagari area seluas 325 m² tersebut dengan kawat besi dan pondasi beton setinggi 1,5-2,5 meter di sisi utara, timur, dan selatan. Sementara sisi barat yang berbatasan langsung dengan rumah warga hanya menggunakan pembatas beton. Pada 21 Juli 2023, situs ini resmi ditetapkan sebagai Cagar Budaya melalui Surat Keputusan Walikota Nomor 283. Penetapan ini menjadi pondasi hukum penting untuk upaya perlindungan ke depan.
Sejarah Penemuan & Kronologi Penelitian
Riwayat penemuan Candi Solok Sipin berawal dari catatan orang Eropa yang menjelajahi Jambi. Pada tahun 1820, peneliti asal Inggris, S.C. Crooke, pertama kali mempublikasikan situs ini dalam laporannya tentang survei Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari. Penelitian lebih serius kemudian dilakukan oleh arkeolog Belanda pada 1937, yang berhasil menemukan sebuah arca Buddha dengan gaya seni yang khas.
Titik terang penanggalan muncul dari penelitian terhadap artefak makara. Pada 1902, Brandes berhasil membaca prasasti singkat pada salah satu makara. Ekskavasi sistematis kemudian dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada 1983 dan 1985, yang berhasil mengungkap sisa-sisa pondasi bangunan batu bata. Upaya konservasi dan penelitian lanjutan terus dilakukan, salah satunya oleh Balai Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala pada 1995.
Artefak Utama
Meski bangunan candinya tidak utuh, Situs Solok Sipin telah menghasilkan beberapa artefak spektakuler yang menjadi kunci pemahaman kita akan situs ini.
1. Arca Buddha Berdiri
Arca ini terbuat dari batu pasir dengan tinggi mencapai 1,72 meter. Bentuk Arca menggambarkan Buddha dalam posisi berdiri dengan jubah yang transparan dan drapery yang sangat halus, menunjukkan keahlian pahat yang tinggi. Kondisinya sudah tidak utuh; kedua tangan dan bagian hidungnya rusak. Yang menarik, pada arca terdapat tulisan “Dang Acarya Syuta”. Gaya seninya dideskripsikan sebagai gaya post-Gupta dari India. Para ahli seperti Satyawati Suleiman memperkirakan arca ini sezaman dengan Candi Borobudur (abad ke-8-9 M), sementara Nik Hassan Shuhaimi menduga usianya lebih tua, mungkin dari abad ke-7 M. Saat ini, arca ini menjadi koleksi unggulan Museum Nasional Indonesia di Jakarta.
2. Empat Makara Bertanggal
Ini adalah penemuan paling berharga dari segi informasi historis. Keempat makara (monster air mitologis) ini juga terbuat dari batu pasir dengan ukuran bervariasi (110 cm, 121 cm, 140 cm, dan 145 cm). Hiasan pada makara ini sangat detil dan unik, menampilkan sosok raksasa (biasa disebut sebagai raksasa kala-makara) yang sedang membuka mulut makara sambil membawa tali dan tongkat besar bermotif bunga di ujungnya. Kualitas pahatannya disejajarkan dengan karya seni terbaik dari Jawa pada masa itu. Salah satu makara membawa prasasti pendek bertarikh 986 Saka (1064 Masehi) dan nama “Mpu Dharmmawira”. Keempat makara ini juga disimpan di Museum Nasional.
3. Stupa dan Lapik (Batu Catur)
Tinggalan lain yang ditemukan adalah fragmen stupa yang oleh masyarakat setempat disebut “Batu Catur” dan sebuah lapik (alas arca). Berbeda dengan arca dan makara, kedua artefak ini masih disimpan di Museum Siginjai di Jambi, sehingga masyarakat lokal masih dapat melihat langsung sebagian warisan leluhur mereka.
Latar Belakang Keagamaan dan Peran Sejarah
Berdasarkan temuan artefak—khususnya arca Buddha dan stupa—dapat disimpulkan bahwa Kompleks Percandian Solok Sipin merupakan situs keagamaan Buddha. Situs ini kemungkinan merupakan bagian dari jaringan permukiman dan keagamaan kuno di sepanjang Sungai Batanghari, yang merupakan jalur perdagangan vital di masa lalu.
Yang menarik, situs ini menunjukkan kesinambungan hunian yang panjang. Bukti arkeologi menunjukkan aktivitas dari abad ke-8 hingga ke-11 Masehi. Kemudian, pada era Kesultanan Jambi (abad ke-16 hingga 20), kawasan ini tetap dihuni, bahkan menjadi lokasi Istana Tanah Pilih. Hal ini menjadikan kawasan Legok dan Danau Sipin sebagai kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi dengan lapisan budaya yang beragam.
Tantangan Pelestarian & Masa Depan Situs
Nasib Candi Solok Sipin adalah contoh klasik dari dilema pelestarian cagar budaya di tengah kota yang berkembang. Ekskavasi total tidak mungkin dilakukan tanpa relokasi warga, sebuah proses yang sangat kompleks. Sebagian besar fondasi bangunan candi juga telah rusak atau hilang, sehingga upaya pemugaran (rekonstruksi) bukanlah pilihan yang layak. Strategi yang dilakukan saat ini adalah konsolidasi (penguatan struktur yang tersisa) dan proteksi melalui pemagaran.
Masa depan situs ini sangat bergantung pada kesadaran kolektif. Edukasi kepada masyarakat sekitar tentang nilai sejarah situs di halaman mereka sendiri adalah kunci. Digitalisasi artefak dan situs melalui teknologi 3D scanning juga dapat menjadi solusi untuk dokumentasi dan wisata virtual, mengingat akses fisik ke situs sangat terbatas.
Bagikan artikel ini untuk meningkatkan kepedulian terhadap warisan budaya tersembunyi seperti Candi Solok Sipin! Setiap kisah yang terungkap dari situs ini adalah puzzle penting dalam mozaik agung sejarah Indonesia.
Baca juga:
- Misteri Danau Kaco dan Daya Tariknya
- Danau Gunung Tujuh, Keindahan Alam Nan Mistis Mengagumkan
- Pesona 4 Desa Wisata di Jambi
Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ)
1. Di mana tepatnya lokasi Candi Solok Sipin?
Candi Solok Sipin terletak di Kelurahan Legok, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi, sekitar 400 meter dari Sungai Batanghari. Lokasinya saat ini berada di tengah permukiman padat penduduk.
2. Artefak apa saja yang ditemukan di Candi Solok Sipin dan di mana menyimpannya?
Temuan utama adalah Arca Buddha berdiri setinggi 1,72 m dan empat Makara bertanggal 1064 M, yang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Selain itu ada Stupa (Batu Catur) dan Lapik yang disimpan di Museum Siginjai, Jambi.
3. Dari abad berapa Candi Solok Sipin berasal?
Situs ini menunjukkan dua fase utama. Arca Buddha diperkirakan dari abad ke-7 atau ke-8 Masehi. Sementara salah satu Makara bertuliskan tanggal 1064 Masehi (abad ke-11), menunjukkan aktivitas berlanjut atau renovasi pada masa tersebut.
4. Mengapa Candi Solok Sipin tidak dipugar seperti candi lainnya?
Pemugaran tidak memungkinkan karena sebagian besar fondasi bangunan candi telah rusak atau hilang. Selain itu, lokasinya yang terhimpit permukiman padat menyulitkan proses ekskavasi dan rekonstruksi secara utuh.
5. Apa bukti bahwa Candi Solok Sipin bercorak Buddha?
Bukti utamanya adalah temuan Arca Buddha dan fragmen Stupa, yang merupakan simbol dan unsur arsitektur khas dari bangunan suci agama Buddha.
Referensi
- Wikipedia. (2023, 21 Juli). Candi Solok Sipin. https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Solok_Sipin
- Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi. (2023, 21 Juli). Cagar Budaya Candi Solok Sipin. https://disparbud.jambikota.go.id/berita/artikel/Cagar-Budaya-Candi-Solok-Sipin-
- Kurniawan, A. (2024). Pemanfaatan Situs Candi Solok Sipin Berbasis ETNOPEDAGOGI Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal. Repository Universitas Jambi. https://repository.unja.ac.id/70939/




