Candi Kedaton Jambi bukan sekadar gundukan batu bata kuno di tengah semak belukar. Situs megah ini merupakan mahkota dari Kompleks Percandian Muaro Jambi, yang diakui sebagai kompleks percandian Hindu-Buddha terluas di Asia Tenggara. Dalam beberapa tahun terakhir, Candi Kedaton mendapatkan sorotan nasional, terutama setelah kunjungan Presiden Joko Widodo pada tahun 2022, yang menyebutnya sebagai bukti pusat pendidikan dan peradaban besar Nusantara pada masa kejayaan Sriwijaya.
Sejarah dan Penemuan Candi Kedaton Jambi
Situs Candi Kedaton pertama kali diketahui secara ilmiah pada tahun 1976, namun pemugaran sistematis baru dimulai secara bertahap pada tahun 2010. Lokasinya yang tersembunyi di wilayah Desa Dusun Baru, Kecamatan Marosebo, sempat membuatnya seperti permata yang tertutup debu waktu. Berbeda dengan Candi Gumpung dan Candi Tinggi yang lebih dahulu dipugar dan ramai dikunjungi, Kompleks Candi Kedaton membutuhkan waktu lebih lama untuk diungkap.
Para arkeolog meyakini bahwa Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi ini merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu pada sekitar abad ke-7 hingga ke-13 Masehi. Presiden Joko Widodo, dalam kunjungannya, menegaskan bahwa kawasan ini dulunya merupakan pusat pendidikan terbesar di Asia, tidak hanya dalam bidang teologi, tetapi juga kedokteran, obat-obatan, filsafat, arsitektur, dan seni. Pernyataan ini mengukuhkan posisi Candi Kedaton Jambi bukan hanya sebagai tempat ritual, tetapi sebagai “kampus” atau vihara tempat menimba ilmu.
Arsitektur Megah Candi Kedaton Jambi
Candi Kedaton Muaro Jambi memiliki skala yang luar biasa. Kompleks seluas 55.850 meter persegi ini dibatasi oleh pagar keliling dari batu bata setinggi beberapa meter, membentuk area yang sangat terorganisir.
1. Pagar Keliling dan Pembagian Ruang
Tembok pagar keliling berukuran 200 x 230 meter membujur arah utara-selatan. Konsep ini menunjukkan bahwa kawasan tersebut adalah area khusus yang tertutup (mandala). Di dalamnya, tembok-tembok penyekat membagi halaman menjadi 9 ruang atau pelataran terpisah. Pembagian ini sangat mungkin mencerminkan fungsi yang berbeda: area ibadah, area belajar (mandapa), area asrama, area dapur, dan lainnya.
2. Bangunan Induk
Bangunan utama Candi Kedaton adalah struktur terbesar di seluruh kompleks. Berukuran sekitar 28,13 x 25,5 meter, candi ini dibangun dengan teknik canggih. Bagian kaki candi yang masih tersisa diisi dengan batu kerakal berwarna putih hingga ketinggian 7,2 meter. Batu isian ini berfungsi sebagai fondasi dan penstabil struktur agar tidak mudah ambles di tanah yang lunak. Sayangnya, setelah pemugaran, batu kerakal ini seringkali tidak dikembalikan, meninggalkan kesan ruangan kosong padahal aslinya merupakan bangunan massif.
3. Gapura dan Makara Bersayap Pesan
Di sisi utara, terdapat gapura pintu masuk yang dihiasi dengan hiasan makara yang indah. Makara adalah makhluk mitologi dalam budaya Hindu-Buddha, sering digambarkan sebagai perpaduan ikan, gajah, dan naga, yang melambangkan kesuburan dan penjaga pintu gerbang. Di Candi Kedaton, terdapat tiga buah makara, dan salah satunya menyimpan harta karun tertulis: prasasti pendek.

Prasasti beraksara Jawa Kuno berlanggam kwadrat (khas periode Kerajaan Kadiri abad ke-11 M) itu berbunyi “// pamursitanira mpu ku suma //”. Prasasti ini menjadi kunci penting yang ditafsirkan para epigraf (ahli prasasti) seperti Bambang Budi Utomo dan Goenawan A. Sambodo sebagai “tempat mengheningkan cipta atau meditasi Mpu Kusuma” (sumber: https://buddhazine.com). Mpu Kusuma diduga adalah seorang guru, pertapa, atau ahli spiritual terkemuka yang bermeditasi di tempat ini. Penemuan ini menguatkan fungsi Candi Kedaton sebagai vihara atau asrama.
Kehidupan di Vihara Kedaton
Temuan arkeologis lainnya melengkapi gambaran kehidupan sehari-hari di kompleks ini. Di sebelah timur candi, ditemukan belanga perunggu raksasa dengan diameter lebih dari 1 meter. Belanga sebesar ini digunakan untuk memasak bagi banyak orang.
Mengutip laman situs buddhazine.com, menurut Bambang Budi Utomo, temuan ini sesuai dengan pola di vihara atau asrama Buddha di Asia seperti Thailand, Myanmar, atau Tibet. Aktivitas harian diperkirakan dimulai dengan para bhiksu dan samanera (siswa) mandi di sungai atau kolam terdekat, lalu antri untuk makan pagi yang dimasak dalam belanga besar. Setelah itu, mereka masuk ke proses belajar dan diskusi. Ritual pujabhakti (sembahyang) dilakukan dua kali sehari, pagi dan petang. Kompleks Percandian Muaro Jambi, dengan Candi Kedaton sebagai pusatnya, adalah lingkungan belajar yang hidup dan mandiri.
Pemugaran dan Transformasi
Pengalaman banyak pengunjung beberapa tahun lalu terhadap Candi Kedaton Jambi seringkali adalah kesan “angker” dan terpencil. Situs itu masih tertutup rimbun pepohonan dan sebagian besar tubuhnya terkubur tanah. Namun, sejak pemugaran digencarkan, wajahnya berubah total.
Proyek pemugaran dan revitalisasi yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi secara bertahap telah membuka lapangan luas, merapikan struktur bata, dan merekonstruksi bagian-bagian yang runtuh. Meski beberapa kalangan mengkritik prosesnya yang terkesan “terburu-buru”, tidak dapat dipungkiri bahwa akses dan pemahaman publik terhadap keagungan situs ini meningkat drastis. Candi Kedaton kini dapat dikunjungi, dipelajari, dan dikagumi dalam wujud yang lebih utuh. Upaya ini sejalan dengan amanat pelestarian cagar budaya agar warisan peradaban tinggi ini tidak punah ditelan zaman.
Optimasi Kunjungan dan Arti Penting Bagi Generasi Sekarang
Kunjungan ke Situs Candi Muaro Jambi kini menjadi pengalaman yang lebih lengkap. Setelah melihat Candi Gumpung dan Candi Tinggi yang terletak di area utama dekat sungai, pengunjung dapat melanjutkan perjalanan sekitar 1.5 km ke arah barat menuju Candi Kedaton. Perjalanan ini bagai sebuah ziarah budaya menuju jantung kompleks.
Keberadaan Candi Kedaton mengajarkan kita bahwa peradaban Nusantara bukanlah peradaban yang tertinggal. Ia adalah pusat intelektual dan spiritual yang disegani di Asia. Konsep pendidikan holistik yang mengintegrasikan spiritualitas, sains, seni, dan pengobatan seperti yang digambarkan Presiden Jokowi relevan menjadi inspirasi bagi sistem pendidikan masa kini.
Maka, mari kita jadikan wisata sejarah ini bukan sekadar rekreasi, tetapi juga proses pembelajaran. Dengan mengunjungi, mempelajari, dan membagikan kisah tentang Candi Kedaton Jambi, kita turut serta menjaga agar “jejak-jejak peradaban” yang disebutkan Presiden tetap hidup dan memberi arti.
Bagikan artikel ini kepada teman dan keluarga yang menyukai sejarah dan budaya! Mari bersama-sama mengenal lebih dalam warisan agung nenek moyang kita yang tersembunyi di tepian Batanghari.
Baca juga:
- 9 Fakta Menarik Tentang Gunung Kerinci
- Goa Calau Petak, Gua Terpanjang di Sumatera yang Memukau
- Destinasi Wisata Danau Tangkas Jambi
- Misteri Danau Kaco dan Daya Tariknya
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan (FAQ)
1. Di mana lokasi tepat Candi Kedaton Jambi?
Candi Kedaton berada di dalam Kompleks Percandian Muaro Jambi, tepatnya di Desa Dusun Baru, Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Jaraknya sekitar 30 menit dari Kota Jambi dan 1.5 km di sebelah barat candi utama (Gumpung & Tinggi).
2. Apa keunikan utama Candi Kedaton dibanding candi lain di Muaro Jambi?
Candi Kedaton adalah candi terbesar dan paling luas di kompleks tersebut, diduga sebagai pusat aktivitas utama (vihara). Keunikan utamanya adalah ditemukannya prasasti “Pamursitanira Mpu Kusuma” pada hiasan makara di gapura, yang mengindikasikannya sebagai tempat meditasi seorang guru spiritual.
3. Candi Kedaton peninggalan agama apa?
Kompleks Muaro Jambi, termasuk Candi Kedaton, merupakan peninggalan agama Buddha aliran Mahayana dan Tantrayana dari masa Kerajaan Sriwijaya dan Melayu. Hal ini terlihat dari struktur vihara, stupa, dan temuan arca-arca Buddha.
4. Apakah Candi Kedaton sudah selesai dipugar?
Pemugaran Candi Kedaton masih berlangsung secara bertahap sejak 2010. Saat ini, bagian gapura, pagar keliling, dan struktur utama sudah banyak dibuka dan direkonstruksi, tetapi pekerjaan konservasi dan penelitian arkeologi masih terus dilakukan.
5. Apa bukti bahwa Muaro Jambi pernah menjadi pusat pendidikan?
Buktinya meliputi: (1) Skala kompleks vihara (asrama belajar) yang sangat luas seperti Candi Kedaton, (2) Prasasti yang menyebutkan aktivasi meditasi dan pembelajaran, (3) Temuan belanga besar untuk memasak banyak orang, menunjukkan kehidupan komunal, dan (4) Referensi dalam sejarah bahwa Sriwijaya merupakan pusat studi Buddha yang dikunjungi pelajar dari berbagai negara, seperti yang dicatat oleh pendeta Tiongkok I-Tsing.
Referensi
- Suryani, I. (2018). Candi kedaton muara jambi dan nilai karakter dalam pembelajaran sejarah: sebuah identifikasi awal. HISTORIA: Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah, 6(2), 231-235.
- Meilania, M., & Febrianti, H. (2019). Pelestarian candi muaro jambi sebagai benda cagar budaya dan pariwisata di provinsi jambi. Journal V-Tech, 2(1), 99-109.
- Santiko, H. (2006). The Structure of Candi Gumpung at Muara Jambi’. Archaeology: Indonesian Perspective (Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), 373-82.




