8 Tujuan Purchasing dalam Manajemen Rantai Pasok

Tujuan Purchasing

Tujuan Purchasing, atau pembelian, salah satu fungsi kritis dalam manajemen rantai pasok yang memainkan peran sentral dalam keberlangsungan operasional bisnis. Proses ini tidak hanya sekadar membeli barang atau jasa, tetapi juga melibatkan perencanaan strategis, pemilihan supplier, negosiasi, dan pengelolaan hubungan dengan pemasok. Tujuan purchasing tidak hanya terbatas pada pengadaan barang, tetapi juga mencakup aspek-aspek yang lebih luas, seperti pengendalian biaya, peningkatan kualitas, dan dukungan terhadap strategi bisnis jangka panjang. 

Tujuan Purchasing dalam Manajemen Rantai Pasok

Berikut ini tujuan purchasing, mengapa hal ini penting, dan bagaimana perusahaan dapat memaksimalkan fungsi purchasing untuk mencapai keunggulan kompetitif.

1. Mendukung Kelancaran Operasional Bisnis

Tujuan utama purchasing untuk memastikan ketersediaan bahan baku, barang, atau jasa yang diperlukan untuk mendukung operasional bisnis. Tanpa proses purchasing yang efektif, perusahaan dapat mengalami gangguan operasional akibat kekurangan pasokan atau keterlambatan pengiriman. Misalnya, dalam industri manufaktur, ketiadaan bahan baku dapat menghentikan seluruh proses produksi, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan dan kepuasan pelanggan.

Monczka, Handfield, Giunipero, dan Patterson (2020) menyatakan, purchasing bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pasokan barang dan jasa selalu tersedia sesuai dengan jadwal produksi atau operasional perusahaan. Dengan kata lain, purchasing berfungsi sebagai “jembatan” antara kebutuhan internal perusahaan dan pasokan eksternal dari supplier. Dalam konteks ini, purchasing tidak hanya sekadar membeli, tetapi juga memastikan bahwa barang atau jasa yang dibeli dapat digunakan secara efektif untuk mendukung tujuan bisnis.

2. Pengendalian Biaya dan Efisiensi Anggaran

Salah satu tujuan purchasing yang paling krusial adalah mengendalikan biaya pembelian. Dalam banyak kasus, biaya pembelian barang atau jasa dapat mencapai 50-70% dari total pendapatan perusahaan, terutama di industri manufaktur. Oleh karena itu, purchasing memiliki peran strategis dalam mengelola anggaran perusahaan dan memastikan bahwa biaya pembelian tidak melebihi batas yang telah ditetapkan.

Proses pengendalian biasa dilakukan melalui negosiasi harga dengan supplier, pemilihan vendor yang menawarkan harga kompetitif, dan penggunaan strategi pembelian yang efisien, seperti pembelian dalam jumlah besar (bulk purchasing) atau pembelian jangka panjang. Penelitian yang dilakukan oleh Van Weele (2018), perusahaan yang mampu mengoptimalkan fungsi purchasing dapat mengurangi biaya pembelian hingga 10-15%, yang secara signifikan meningkatkan margin keuntungan.

Selain itu, purchasing juga bertanggung jawab untuk meminimalkan biaya tambahan, seperti biaya transportasi, biaya penyimpanan, dan biaya administrasi. Dengan mengelola biaya secara efektif, purchasing tidak hanya membantu perusahaan menghemat anggaran, tetapi juga meningkatkan daya saing bisnis di pasar.

3. Memastikan Kualitas Barang atau Jasa yang Dibeli

Kualitas barang atau jasa yang dibeli merupakan faktor kritis yang memengaruhi kinerja operasional dan kepuasan pelanggan. Tujuan purchasing dalam hal ini adalah memastikan bahwa barang atau jasa yang dibeli memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Misalnya, dalam industri makanan, purchasing harus memastikan bahwa bahan baku yang dibeli aman untuk dikonsumsi dan memenuhi standar kesehatan yang berlaku.

Untuk mencapai tujuan ini, purchasing sering kali bekerja sama dengan departemen quality control atau quality assurance untuk mengevaluasi kualitas barang sebelum melakukan pembelian. Selain itu, purchasing juga bertanggung jawab untuk memilih supplier yang memiliki reputasi baik dan mampu menyediakan barang atau jasa berkualitas tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Cousins, Lawson, dan Squire (2019), perusahaan yang mampu mengintegrasikan fungsi purchasing dengan manajemen kualitas cenderung memiliki tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi dan tingkat pengembalian produk (return) yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa purchasing tidak hanya berperan dalam pengadaan barang, tetapi juga dalam menjaga reputasi dan kredibilitas perusahaan.

4. Membangun dan Memelihara Hubungan dengan Supplier

Hubungan yang baik dengan supplier adalah salah satu kunci keberhasilan dalam proses purchasing. Tujuan purchasing dalam hal ini adalah membangun dan memelihara hubungan jangka panjang dengan supplier yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Hubungan yang baik dengan supplier tidak hanya memastikan kelancaran pasokan, tetapi juga membuka peluang untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif, layanan yang lebih baik, dan akses ke inovasi terbaru.

Pendapat Ellram dan Tate (2016), hubungan yang kolaboratif antara perusahaan dan supplier dapat meningkatkan efisiensi rantai pasok dan mengurangi risiko gangguan pasokan. Misalnya, dalam situasi di mana terjadi kelangkaan bahan baku, supplier yang memiliki hubungan baik dengan perusahaan cenderung memberikan prioritas kepada perusahaan tersebut.

Selain itu, purchasing juga bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja supplier secara berkala. Evaluasi ini mencakup aspek-aspek seperti ketepatan waktu pengiriman, kualitas barang, dan responsivitas terhadap permintaan perusahaan. Dengan melakukan evaluasi secara rutin, purchasing dapat memastikan bahwa supplier yang dipilih tetap memenuhi standar yang telah ditetapkan.

5. Mendukung Strategi Bisnis Jangka Panjang

Purchasing tidak hanya berfokus pada kebutuhan operasional jangka pendek, tetapi juga mendukung strategi bisnis jangka panjang. Tujuan purchasing dalam hal ini adalah memastikan bahwa proses pembelian selaras dengan tujuan dan visi perusahaan. Misalnya, jika perusahaan memiliki strategi untuk menjadi pemimpin pasar dalam hal keberlanjutan (sustainability), purchasing harus memilih supplier yang menggunakan bahan baku ramah lingkungan atau menerapkan praktik bisnis yang berkelanjutan.

Penelitian yang dilakukan oleh Carter dan Rogers (2008), purchasing yang strategis dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Dengan memilih supplier yang tepat dan mengintegrasikan proses purchasing dengan strategi bisnis, perusahaan dapat menciptakan nilai tambah yang sulit ditiru oleh pesaing.

6. Mengelola Risiko dalam Rantai Pasok

Rantai pasok modern sering kali menghadapi berbagai risiko, seperti fluktuasi harga bahan baku, gangguan pasokan, atau bencana alam. Tujuan purchasing dalam hal ini adalah mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola risiko-risiko tersebut untuk memastikan kelancaran operasional perusahaan.

Salah satu cara untuk mengelola risiko adalah dengan melakukan diversifikasi supplier. Dengan memiliki beberapa supplier untuk barang atau jasa yang sama, perusahaan dapat mengurangi ketergantungan pada satu supplier dan meminimalkan risiko gangguan pasokan. Selain itu, purchasing juga dapat menggunakan kontrak jangka panjang atau perjanjian kerjasama strategis untuk mengamankan pasokan dan menstabilkan harga.

Manuj dan Mentzer (2008) mengungkapkan bahwa manajemen risiko dalam rantai pasok adalah salah satu tanggung jawab utama purchasing. Dengan mengelola risiko secara efektif, purchasing dapat memastikan bahwa perusahaan tetap beroperasi dengan lancar meskipun menghadapi tantangan eksternal.

7. Meningkatkan Inovasi dan Daya Saing

Purchasing juga dapat menjadi sumber inovasi bagi perusahaan. Tujuan purchasing dalam hal ini adalah memanfaatkan hubungan dengan supplier untuk mendapatkan akses ke teknologi, produk, atau proses baru yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Misalnya, dalam industri teknologi, purchasing dapat bekerja sama dengan supplier untuk mengembangkan komponen baru yang lebih efisien atau ramah lingkungan.

Menurut Schiele (2010), supplier sering kali memiliki pengetahuan dan keahlian yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk meningkatkan inovasi. Dengan membangun hubungan yang kolaboratif dengan supplier, purchasing dapat membantu perusahaan mengembangkan produk atau layanan yang lebih unggul dibandingkan pesaing.

8. Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

Pada akhirnya, tujuan purchasing untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Dengan memastikan ketersediaan barang atau jasa yang tepat waktu, berkualitas, dan dengan harga yang kompetitif, perusahaan dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini tidak hanya meningkatkan loyalitas pelanggan, tetapi juga mendorong pertumbuhan bisnis melalui rekomendasi dari mulut ke mulut dan peningkatan penjualan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lambert dan Enz (2017), kepuasan pelanggan sangat dipengaruhi oleh kualitas produk dan layanan, yang pada gilirannya bergantung pada efektivitas proses purchasing. Misalnya, dalam industri ritel, ketersediaan produk yang konsisten dan harga yang kompetitif adalah faktor kunci dalam menarik dan mempertahankan pelanggan.

Alur Proses Purchasing

Proses purchasing merupakan serangkaian langkah sistematis yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. Alur ini tidak hanya sekadar membeli, tetapi juga melibatkan perencanaan, analisis, dan koordinasi yang mendalam untuk memastikan bahwa pembelian tersebut memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Berikut ini setiap tahap dalam alur proses purchasing:

1. Identifikasi Kebutuhan

Tahap pertama dalam proses purchasing, mengidentifikasi kebutuhan barang atau jasa yang diperlukan oleh perusahaan. Ini adalah langkah krusial karena kesalahan dalam identifikasi kebutuhan dapat menyebabkan pemborosan sumber daya atau bahkan mengganggu operasional bisnis. Misalnya, jika sebuah perusahaan manufaktur membutuhkan bahan baku tertentu untuk produksi, tim purchasing harus memastikan bahwa kebutuhan tersebut diidentifikasi dengan tepat, termasuk jumlah, spesifikasi, dan waktu pengiriman yang dibutuhkan.

Identifikasi kebutuhan ini biasanya dilakukan melalui koordinasi dengan berbagai departemen, seperti produksi, logistik, atau pemasaran. Dalam beberapa kasus, kebutuhan ini juga dapat muncul dari analisis data historis atau prediksi permintaan pasar. Menurut Monczka et al. (2020), identifikasi kebutuhan yang akurat adalah fondasi dari proses purchasing yang efektif.

2. Tentukan Persyaratan

Setelah kebutuhan diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menentukan persyaratan yang lebih spesifik. Ini melibatkan penyelidikan lebih lanjut untuk memahami secara detail apa yang dibutuhkan oleh perusahaan. Misalnya, perusahaan membutuhkan mesin baru, tim purchasing harus menentukan spesifikasi teknis, kapasitas, dan fitur tambahan yang diperlukan.

Pada tahap ini, tim purchasing juga harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti anggaran, waktu pengiriman, dan kualitas yang diharapkan. Menurut Van Weele (2018), menentukan persyaratan dengan jelas membantu menghindari kesalahan dalam pemilihan supplier dan memastikan bahwa barang atau jasa yang dibeli benar-benar memenuhi kebutuhan perusahaan.

3. Temukan Supplier yang Tepat

Setelah persyaratan ditentukan, langkah berikutnya adalah mencari dan memilih supplier yang potensial. Proses ini melibatkan riset pasar, evaluasi katalog supplier, dan bahkan kunjungan langsung ke lokasi supplier jika diperlukan. Tujuannya adalah untuk menemukan supplier yang tidak hanya menawarkan harga kompetitif, tetapi juga memiliki reputasi baik, kapasitas produksi yang memadai, dan kemampuan untuk memenuhi tenggat waktu.

Pemilihan supplier yang tepat adalah kunci untuk membangun rantai pasok yang andal (Cousins et al., 2019). Perusahaan seringkali menggunakan kriteria seperti kualitas produk, kemampuan logistik, dan fleksibilitas dalam menanggapi perubahan permintaan untuk mengevaluasi supplier.

4. Negosiasikan Biaya

Setelah supplier potensial diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan negosiasi biaya. Negosiasi ini tidak hanya terbatas pada harga, tetapi juga mencakup syarat pembayaran, diskon untuk pembelian dalam jumlah besar, dan biaya tambahan seperti pengiriman atau pemasangan. Tujuannya adalah untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Negosiasi yang efektif memerlukan persiapan yang matang, termasuk analisis harga pasar dan pemahaman mendalam tentang kebutuhan perusahaan (Ellram dan Tate, 2016). Selain itu, tim purchasing juga harus mempertimbangkan nilai jangka panjang dari hubungan dengan supplier, bukan hanya harga yang rendah.

5. Dapatkan Persetujuan Pesanan

Sebelum pesanan resmi dibuat, tim purchasing harus mendapatkan persetujuan dari manajemen dan departemen akuntansi. Langkah ini memastikan bahwa pembelian tersebut sesuai dengan anggaran perusahaan dan mematuhi kebijakan internal. Persetujuan ini juga memberikan akuntabilitas, karena semua pihak yang terlibat telah menyetujui transaksi tersebut.

Proses persetujuan ini seringkali melibatkan dokumen seperti Purchase Requisition (PR) yang berisi rincian kebutuhan, alasan pembelian, dan estimasi biaya (Lambert dan Enz, 2017). Hal ini membantu mencegah pembelian yang tidak perlu atau melebihi anggaran.

6. Pembuatan Pesanan Pembelian (Purchase Order)

Setelah persetujuan diperoleh, langkah selanjutnya adalah membuat Purchase Order (PO). PO adalah dokumen resmi yang mencantumkan detail pesanan, seperti jenis barang, jumlah, harga, syarat pengiriman, dan tanggal pengiriman yang diharapkan. Dokumen ini berfungsi sebagai kontrak antara perusahaan dan supplier, sehingga memiliki kekuatan hukum.

PO yang jelas dan detail membantu menghindari kesalahpahaman antara perusahaan dan supplier. Selain itu, PO juga menjadi dasar untuk pelacakan pesanan dan pembayaran (Van Weele, 2018).

7. Penerimaan Pesanan dari Supplier

Setelah supplier mengirimkan pesanan, langkah selanjutnya adalah memeriksa barang atau jasa yang diterima. Ini melibatkan inspeksi kualitas untuk memastikan bahwa barang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Jika ada ketidaksesuaian, tim purchasing harus segera menghubungi supplier untuk mencari solusi.

Menurut Christopher dan Peck (2004), penerimaan pesanan yang teliti adalah kunci untuk menghindari masalah di kemudian hari, seperti produk cacat atau keterlambatan pengiriman. Selain itu, proses ini juga memastikan bahwa perusahaan hanya membayar untuk barang atau jasa yang memenuhi standar.

8. Tinjau Kinerja Pemasok

Tahap terakhir dalam alur proses purchasing adalah meninjau kinerja pemasok. Ini melibatkan evaluasi terhadap kualitas barang, ketepatan waktu pengiriman, dan responsivitas supplier terhadap masalah yang mungkin timbul. Hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk memperbaiki hubungan dengan supplier atau bahkan mencari supplier baru jika diperlukan.

Tinjauan kinerja pemasok yang teratur membantu perusahaan memastikan bahwa mereka bekerja dengan mitra yang andal dan berkualitas (Schiele, 2010). Selain itu, proses ini juga mendorong perbaikan berkelanjutan dalam rantai pasok.

Tugas Purchasing

  • Menyusun daftar pengadaan barang dan jasa.
  • Meminta persetujuan untuk proses pembelian.
  • Melakukan analisa Total Cost of Ownership (TCO).
  • Menyusun daftar supplier potensial.
  • Menghubungi supplier untuk mendapatkan penawaran harga.
  • Melakukan negosiasi harga dan waktu pengiriman.
  • Membuat dan mengirim dokumen pemesanan (Purchase Order).
  • Melacak pengiriman dan mengecek kualitas barang/jasa.
  • Menyimpan semua dokumen terkait pengadaan.
  • Berkoordinasi dengan tim gudang dan finance.

Skill yang Dibutuhkan untuk Jadi Staff Purchasing

Adapun skil yang dibutuhkan sebagai staff purchasing sebagai berikut ini:

  • Kemampuan komunikasi yang baik dan selalu berhubungan dengan banyak supplier atau vendor.
  • Kemampuan negosiasi untuk mendapatkan harga terbaik untuk barang dan jasa yang dibutuhkan.
  • Membangun Network Supplier guna mencari dan membangun hubungan dengan supplier baru.
  • Terbiasa bekerja dengan banyak dokumen dan menjaga kerapihan.
  • Mengerti sistem pemotongan pajak.
  • Terampil dalam mengoperasikan aplikasi office seperti Word, Excel, dan PowerPoint.

Penutup

Dalam era bisnis yang semakin kompetitif, purchasing tidak lagi dipandang sebagai fungsi administratif semata, tetapi sebagai fungsi strategis yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menginvestasikan sumber daya yang cukup dalam pengembangan fungsi purchasing, termasuk pelatihan staf, penerapan teknologi, dan pembangunan hubungan yang kuat dengan supplier. Semoga bermanfaat.

Baca juga:

Referensi

  1. Carter, C. R., & Rogers, D. S. (2008). A framework of sustainable supply chain management: Moving toward new theory. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, 38(5), 360-387.
  2. Cousins, P. D., Lawson, B., & Squire, B. (2019). Strategic supply management: Principles, theories and practice. Pearson Education.
  3. Ellram, L. M., & Tate, W. L. (2016). The use of secondary data in purchasing and supply management research. Journal of Purchasing and Supply Management, 22(4), 250-254.
  4. Manuj, I., & Mentzer, J. T. (2008). Global supply chain risk management strategies. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, 38(3), 192-223.
  5. Monczka, R. M., Handfield, R. B., Giunipero, L. C., & Patterson, J. L. (2020). Purchasing and supply chain management. Cengage Learning.
  6. Schiele, H. (2010). Early supplier integration: The dual role of purchasing in new product development. R&D Management, 40(2), 138-153.
  7. Van Weele, A. J. (2018). Purchasing and supply chain management: Analysis, strategy, planning and practice. Cengage Learning EMEA.
Please follow and like Bams:
Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial
Scroll to Top